Monday, 28 May 2012
KELAPA SAWIT
2.1. Tanaman kelapa sawit
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911.
Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet, seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di pantai timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha (Yan, Fauzi. 2008).
2.2. Daun Kelapa Sawit
Daun kelapa sawit mirip daun kelapa yaitu membentuk susunan daun majermuk, bersirip genap, dan bertulang sejajar. Daun – daun membentuk satu pelepah yang panjangnya mencapai lebih dari 7,5 – 9 m. Jumlah anak daun di
Universitas Sumatera Utara setiap pelepah berkisar antara 250 – 400 helai. Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Pada tanah yang subur, daun cepat membuka sehingga makin efektif melakukan fungsinya sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis dan sebagai alat respirasi. Semakin lama proses fotosintesis berlangsung, semakin banyak bahan makanan yang dibentuk sehingga produksi akan meningkat. Produksi daun tergantung iklim setempat. Di Sumatera Utara, misalnya produksi daun mencapai 20 – 24 helai/tahun. Umur daun mulai terbentuk sampai tua sekitar 6 – 7 tahun. Daun kelapa sawit yang sehat dan segar berwarna hijau tua.
Jumlah pelepah, panjang pelepah, dan jumlah anak daun tergantung pada umur tanaman. Tanaman yang berumur tua, jumlah pelepah dan anak daun lebih banyak. Begitu pula pelepahnya akan lebih panjang dibandingkan dengan tanaman yang masih muda . Pada tanaman dewasa ditemukan sekitar 40-50 pelepah. Saat tanaman berumur sekitar 10-13 tahun dapat ditemukan daun yang luas permukaannya mencapai 10-15 m2. Luas permukaan daun akan berinteraksi dengan tingkat produktivitas tanaman. Semakin luas permukaan atau semakin banyak jumlah daun maka produksinya akan meningkat karena proses fotosintesis akan berjalan dengan baik (Yan, Fauzi 2008).
Sekalipun proses fotosintesis dapat berlangsung pada bagian lain dari tanaman dengan sumbangan yang dapat berarti pada saat tertentu seperti fotosintesis dari kulit polong saat awal pengisian biji pada tanaman kacang-kacangan, daun secara umum dipandang sebagai organ produsen fotosintat utama, maka, pengamatan daun sangat diperlukan selain sebagai indicator pertumbuhan juga sebagai data penunjang untuk menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti pada pembentukan biomassa tanaman ( Sitompul, S.M. 1995 ).
2.3. Morfologi Daun Kelapa Sawit
Pengetahuan tentang daun kelapa sawit dan perkembangannya sangat penting bagi staf perkebunan. Pada daun itulah, terletak “pabrik” yang sebenarnya bagi produksi MKS dan IKS.
Daun kelapa sawit terdiri dari beberapa bagian, sebagai berikut :
1. Kumpulan anak daun (leaflets) yang mempunyai helaian (lamina) dan tulang anak daun (midrib).
2. Rachis yang mempunyai tempat anak daun melekat.
3. Tangkai daun (petiole) yang merupakan bagian antara daun dan
4. Seludang daun (sheath) yang berfungsi sebagai perlindungan dari kuncup dan memberi kekuatan pada batang.
Bentuk seludang daun yang terlihat pada daun dewasa sudah tidak lengkap dan merupakan sisa dari perkembangan yang ada. Pada daun yang sedang berkembang, seludang berbentuk pipa dan membungkus daun muda secara sempurna. Namun, karena daun berkembang terus – menerus, sedangkan seludang sudah tidak berkembang lagi, serabut – serabut seludang menjadi robek dan tercerai membentuk barisan duri (spine) sepanjang tepi – tepi petiole yang merupakan pangkal dari serabut tersebut (Pahan.I. 2006).
2.4. Unsur – Unsur Hara Yang di Butuhkan Kelapa Sawit
Unsur – unsur hara yang dibutuhkan tanaman biasanya dibagi atas dua kelompok, yaitu unsur – unsur makro dan mikro. Alasan pembagian ini sederhana, yaitu : unsur makro adalah yang dibutuhkan dalam jumlah besar, dan unsur mikro dibutuhkan dalam jumlah kecil. Unsur mikro hanya diberikan dalam bentuk pupuk bila analisis tanah menunjukkan adanya kekahatan (defisiensi), atau bila tanaman menunjukkan gejala – gejala defisiensi.
Unsur – unsur yang tergolong unsur makro adalah Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Magnesium (Mg), Kalsium (Ca), Belerang (S), dan Natrium (Na), sedangkan unsur mikro adalah Klor (Cl), Mangan (Mn), Besi (Fe), Seng (Zn), Tembaga (Cu), Molibden (Mo), dan Boron (B).
2.4.1 Unsur hara Nitrogen
Nitrogen atau Zat lemas adalah sebuah unsur kimia dalam table periodic yang memiliki lambang N dan nomor atom 7. Biasanya ditemukan sebagai gas tanpa warna, tanpa bau, tanpa rasa dan merupakan gas diatomik bukan logam yang stabil, sangat sulit bereaksi dengan unsur atau senyawa lainnya. Dinamakan zat lemas karena zat ini bersifat malas, tidak aktif bereaksi dengan unsur lainnya. Nitrogen adalah 78,08% dari atmosfir bumi dan terdapat banyak dalam jaringan hidup. Zat lemas mebentuk banyak senyawa penting seperti asam amino, amoniak, asam nitrat, dan sianida (http://id.wikipedia.org/wiki/Nitrogen)
Nitrogen merupakan hara mineral esensil paling banyak dimanfaatkan dalam praktek pertanian yang diberikan dalam bentuk pupuk. Nitrogen merupakan unsure penyusun asam amino, protein, asam nukleat dan sebagainya disamping unsur hara
lainnya.
Nitrogen yang dapat di manfaatkan oleh tanaman tinggkat tingggi khususnya tanaman budidaya dapat di bedakan atas empat kelompok utama yaitu: nitrogen nitrat (NO3-), nitrogen ammonia (NH4+), nitrogen molekuler (N2) dan nitrogen organic. Tidak semua bentuk – bentuk ini dapat dimanfaatkan oleh suatu jenis tnaman. Umumnya tanaman pertanian memanfaatkan nitrat dan ammonium kecuali pada beberapa tanaman legume mampu memanfaatkan N bebas melalui proses fiksasi N dengan bersimbiosis dengan bakteri. N organic kadang – kadang dapat dimanfaatkan oleh tanaman tinggi akan tetapi tidak mampu mencukupi kebutuahan N tanaman dan umumnya dimanfaatkan lewat daun melalui pemupukan lewat daun. Bagi tanaman pertanian terutama manfaat N dalam bentuk ion nitra, akan tetapi dalam kondisi tertentu khususnya pada tanah – tanha masam dan kondisi an aerobic tanaman akan memanfaatkan N dalam bentuk ion ammonium (NH4+).
Pada tanaman – tanaman yang tumbuh akt if dengan cepat nitrat yang terabsopsi oleh akar tanaman akan terangkut dengan cepat ke daun mengikuti alur transpirasi. Oleh karena itu metabolism nitrat pada kebanyakan tanaman budidaya umumnya terjadi didaun walaupun metabolism nitrogen juga terjadi pada akar tanaman (http://worldplant.multiply.com/journal/item/13).
2.4.2. Peranan Unsur Hara Nitrogen
Nitrogen (N) telah dikenal bertanggung jawab untuk pertumbuhan vegetative yang lebat dan warna daun yang hijau gelap setelah ditetapkannya sebagai suatu unsur mineral yang esensial untuk tanaman berakar pada tahun 1800-an. Cukupnya Nitrogen untuk tanaman mendorong pertumbuhan vegetatif bagian diatas tanah, meningkatkan rasio pucuk/akar, dan essensial untuk pembentukan buah dan biji. Sebagai suatu anasir esensial asam amino, Nitrogen dibutuhkan dalam sintesis protein, merupakan 12-19% dan berbagai protein dengan rata-rata sekitar 16% atas dasar berat. Karena pembentukan biji tergantung pada kadar kritik tertentu protein, produksi biji secara nyata berhubungan dengan pasokan Nitrogen, terutama pada tanaman-tanaman serealia. Berlimpahnya Nitrogen dalam medium pertumbuhan juga tercermin dalam kadar protein kasar dari biji dan dalam hijauan. Di antara unsur-unsur mineral esensial untuk pertumbuhan dan reproduksi tanaman-tanaman hijau tingkat tinggi, terdapat lebih banyak atom Nitrogen dalam bahan organik kering daripada tiap unsur lainnya yang berasal dari tanah. Berdasarkan massa, Nitrogen dalam bahan tanaman sering dijumpai dalam jumlah yang lebih banyak daripada masing-masing unsur yang lainnya. Walaupun konsentrasi K berkemungkinan lebih tinggi dalam sebagian bahan tanaman, Nitrogen melebihi jumlah total semua unsur mineral esensial lainnya yang berasal dari tanah dalam biji tanaman pertanian yang umumnya dibudidayakan. Dengan mengingat berlimpahnya Nitrogen dalam tanaman, peranan sentralnya dalam fungsi tanaman dan reaktivitasnya dalam biosfer, tidaklah mengherankan jika unsur ini merupakan yang paling universal kahat untuk produksi tanaman yang optimum (Engelstad, O.P. 1997).
Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetative tanaman, seperti daun, batang dan akar.
Fungsi Nitrogen yang selengkapnya bagi tanaman adalah:
1. Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman
2. Dapat menyehatkana pertumbuhan daun, daun tanaman lebar dengan
warna yang lebih hijau
3. Meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman
4. Meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun-daunan
5. Meningkatkan berkembangbiaknya mikro-organisme di dalam
Sebagaimana deiketahui hal itu penting sekali bagi kelangsungan pelapukan bahan organis ( Sutedjo,M.M. 1999 )
Nitrogen juga merupakan komponen utama dalam tubuh tanaman, terutama dalam protoplasma sel, protein, asam amino, amida, dan alcohol. Juga berperan pada pertumbuhan vegetatif, warna, panjang umur tanaman, dan penggunaan karbohidrat (Tim Bina Karya Tani, 2009 ).
2.4.3. Gejala Defisiensi Unsur Hara Nitrogen
Menurut Yan Fauzi (2008) gejala defisiensi unsur hara Nitrogen pada tanaman kelapa sawit adalah:
1. Warna daun menjadi kuning pucat
2. Pada kondisi buruk, jaringan daun menjadi kering dan mati
3. Helaian daun menjadi pendek dan keras
4. Pertumbuhan tanaman terhambat dan kerdil
Defisiensi Nitrogen biasanya diketahui pertama melalui warna hijau pucat atau hijau-kekuningan, terutama pada rumput-rumputan, dan nekrosisi premature dari daun-daun yang lebih tua, mulai dari pucuk dan menyebar sepanjang tulang daun kearah leher batang dan tepi daun. Asosiasi dengan pewarnaan hijau ini berkemungkinan disebabkan oleh kenyataan bahwa Nitrogen bersama-sama Mg, merupakan satu dari dua anasir penyusun klorofil. Kekurangan Nitrogen menyebabkan khlorosisi pada daun muda berwarna kuning dan partumbuhan tertekan. (Engelstad dan Sutedjo )
2.5. Analisis Titrimetri
Analisis titrimetri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat , yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan dari zat yang akan ditetapkan. Larutan dengan kekuatan ( konsentrasi) yang diketahui tepat itu, disebut larutan standar. Bobot zat yang hendak ditetapkan, dihitung dari volume larutan standard yang digunakan dan hukum-hukum stoikiometri yang diketahui.
Larutan standard biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret. Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi, danzat yang akan ditetapkan, dititrasi. Titik pada mana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekuivalen (setara) atau titik akhir teoritis (atau titik akhir steokiometri ). Lengkapnya titrasi, lazimnya harus terdeteksi oleh suatu perubahan, yang tak dapat disalah lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan standar itu sendiri. Pada titrasi yang ideal, titik akhir yang terlihat, akan terjadi berbarengan dengan titik titik akhir stoikiometri atau teoriti. Namun dalam prakteknya, biasanya akan terjadi perbedaan yang sangat sedikit. Ini merupakan sesatan (error) titrasi. Indikator dan kondisi-kondisi eksperimen harus dipilih sedemikian, sehingga perbedaan antara titik akhir terlihat dan titik ekuivalen, adalah sekecil mungkin.
Untuk digunakan dalam analisis titrimetri, suatu reaksi harus memenuhi kondisi-kondisi berikut:
1. Harus ada suatu reaksi yang sederhana, yang dapat dinyattakan dengan suatu persamaan kimia, zat yang akan ditetapkanharus bereaksi lengkap dengan dengan reagensia dalam proporsi yang stoikiometrik atau
ekuivalen.
2. Reaksi harus praktis berlangsung dalam sekejap atau berjalan dengan
sangat cepat sekali (kebanyakan reaksi ionic memenuhi kondisi ini). Dalam beberapa keadaan, penambahan suatu katalis akan menaikkkan kecepatan reaksi itu.
3. Harus ada perubahan yang menyolok dalam energy bebas, yang menimbulkan perubahan dalam sifat fisika atau kimia larutan pada titik ekuivalen.
4. Harus tersedia suatu indicator, yang oleh perubahan sifat-sifat fisika (warna atau pembentukan endapan), harus dengan tajam menetapkan titik akhir titrasi.
Metode titrasi lazimnya dapat dipakai untuk ketelitian yang tinggi (1 bagian dalam 1000) dan memiliki beberapa keuntungan, dimana ia dapat diterapkan, melebihui metode-metode gravimetric. Metode-metode ini memerlukan peralatan yang lebih sederhana, dan umumnya cepat dikerjakan, pemisahan yang menjemukan dan sukar sering dapat dihindari.
Reaksi penetralan, atau asidimetri dan alkalimetri. Ini melibatkan titrasi basa bebas, atau basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah, dengan suatu asam standar (asidimetri) dan titrasi asam bebas, atau asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah, dengan suatau basa standard (alkalimetri). Reaksi-reaksi ini melibatkan bersenyawanya ion hydrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air ( Vogel, 1994 ). Volumetri atau titrimetri merupakan suatu metode analisis kuantitatif didasarkan pada pengukuran volume titran yang bereaksi sempurna dengan analit. Titran merupakan zat yang digunakan untuk mentitrasi. Analit adalah zat yang akan ditentukan konsentrasi/kadarnya.
Standar primer
Larutan titran haruslah diketahui komposisi dan konsentrasinya. Idealnya kita harus memulai dengan larutan standar primer. Larutan standar primer dibuat dengan melarutkan zat dengan kemurnian yang tinggi (standar primer) yang diketahui dengan tepat beratnya dalam suatu larutan yang diketahui dengan tepat volumnya. Apabila titran tidak cukup murni, maka perlu distandardisasi dengan standar primer. Standar yang tidak termasuk standar primer dikelompokkan sebagai standar sekunder, contohnya NaOH; karena NaOH tidak cukup murni (mengandung air, natrium karbonat dan logam-logam tertentu) untuk digunakan sebagai larutan standar secara langsung, maka perlu distandardisai dengan asam yang merupakan standar primer misal: kalium hidrogen ftalat (KHP).
Persyaratan standar primer
1. Kemurnian tinggi
2. Stabil terhadap udara
3. Bukan kelompok hidrat
4. Tersedia dengan mudah
5. Cukup mudah larut
6. Berat molekul cukup besar
Larutan standar yang ideal untuk titrasi
1. Cukup stabil sehingga penentuan konsentrasi cukup dilakukan sekali
2. Bereaksi cepat dengan analit sehingga waktu titrasi dapat dipersingkat
3. Bereaksi sempurna dengan analit sehingga titik akhir yang memuaskan dapat
dicapai
4. Melangsungkan reaksi selektif dengan analit
Keakuratan hasil metode titrasi amat bergantung pada keakuratan penentuan konsentrasi larutan standar. Untuk menentukan konsentrasi suatu larutan standar dapat digunakan 2 cara:
1. Dengan cara langsung, menimbang dengan tepat standar primer, melarutkannya
dalam pelarut hingga volume tertentu
2. Dengan standarisasi, yaitu titran yang akan ditentukan konsentrasinya digunakan untuk mentitrasi standar primer/sekunder yang telah diketahui beratnya balik (back-titration)
Terkadang suatu reaksi berlangsung lambat dan tidak dapat diperoleh titik akhir yang tegas. Untuk itu metoda titrasi balik dapat digunakan untuk mengatasinya. Caranya dengan menambahkan titran secara berlebih, setelah reaksi dengan analit berjalan sempurna, kelebihan titran ditentukan dengan menitrasi dengan larutan standar lainnya. Dengan mengetahui mmol titran dan menghitung mmol yang tak bereaksi, akan diperoleh mmol titran yang bereaksi dengan analit
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment